Di zaman ini
semakin banyak cara-cara pengobatan yang bermunculan, baik yang bersifat
tradisional maupun modern, baik dalam negeri maupun luar negeri, baik yang
berasal dari bahan-bahan alami (herbal) maupun kombinasi bahan-bahan kimia.
Selain itu, kebanyakan masyarakat juga sibuk dengan mencari sesuatu yang dianggap
bisa membuat kebahagiaan. Akan tetapi semua itu adalah kesemuan belaka, karena
kebahagian bukan diukur dari banyaknya harta, istri yang cantik dan jabatan
yang tinggi. Kebahagiaan yang hakiki hanyalah di hati (qalbu), yang bisa
memahami ciptaan-Nya dan mengenal Sang Pencipta (Al Khaliq). Seperti
yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, “Bila qalbu ini tidak terikat dengan Allah Ta’ala, maka dia
terikat dengan yang lainnya.” Kalau cinta dalam dirinya itu selain kepada Allah maka
cintanya kepada Allah Ta’ala lepas, kalau dalam dirinya itu cinta kepada Allah
Ta’ala maka seluruh bagian dari pada kehidupan dunia dibangun cintanya karena
Allah Ta’ala. Itulah yang benar.
Nabiyulloh
Ibrahim ‘alaihissalam berdo’a supaya diberikan kebahagian (yang hakiki)
dan kesehatan dengan hati yang sehat/bersih (qalbin saliim), yaitu
bersih dari menyekutukan Allah (syirik) dan kemunafikan (nifaq), seperti
dalam firman-Nya: “Pada hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang sehat (bersih).”
[QS. Asy-Syu’ara: 88-89]
Menurut Ibnul Qayyim Al Jauziyah: “Qolbin
saliim (hati yang sehat/bersih) adalah qolbu yang selalu terikat kepada
Allah Ta’ala, jauh dari segala macam fitnah subhat (samar-samar), pemikiran
yang menyimpang, ajaran sesat, jauh dari syahwat (penyimpangan hawa nafsu) dan
segala macam bentuk penyimpangan lainnya.”
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam juga bersabda, ”Ingatlah bahwa dalam jasad ada
segumpal daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak
maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah
hati.” (Hadits
Riwayat Bukhori dan Muslim)
Hal
terpenting dalam memahami arti kehidupan ini adalah aqidah yang lurus, yang
bersumber dari Al-Qur’an As-Sunnah. Seperti halnya dengan Ath-Thibbun Nabawi (pengobatan
ala Nabi), maka pelakunya harus memahami tentang landasan utama yaitu Aqidah
Ath-Thibbun Nabawi. Adapun yang dijelaskan oleh Abu Bakr Jabir
al-Jazairi: “Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima
secara umum oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu dan fithrah. (Kebenaran) itu dipatrikan di dalam hati, diyakini
kesahihan dan keberadaannya dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu”. Sehingga, aqidah di dalam prinsip kesehatan itu harus
selalu bersifat ilmiah, dapat diukur (rasional) dan diterima oleh akal sehat serta
segala metode yang bertentangan dengan prinsip kebenaran itu harus ditolak. Adapun
pengobatan yang Islam kenalkan dengan ath-Thibbun Nabawi, yaitu pengobatan yang
menggunakan tuntunan (metode) Nabiyulloh Shallallohu ‘alaihi wasallam.
Maka seluruh pengobatan yang pernah ditunjukkan dan diajarkan oleh Rasulullah Shallallohu
‘alaihi wasallam, baik berupa alat, metode (cara), obat-obatan, maka itulah
Ath-Thibbun Nabawi.
Kalau semua
merujuk kepada Yang Maha Tahu, tentulah manusia akan merasakn fitrahnya sebagai
‘abdullah (hamba Allah Ta’ala). Maka kebahagiaan dan kesehatan yang hakiki akan
dapat dirasakan manfaatnya, sehingga bisa melaksanakan kewajiban-kewajiban yang
harus dikerjakan sebagai hamba-NYA. Karena Allah Ta’ala lebih mencintai kepada hamba-hamba
mukmin yang kuat dalam segala hal, baik dalam hal ukhrowi maupun duniawi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah
daripada seorang mukmin yang lemah, dan pada masing-masingnya keduanya terdapat
kebaikan.” (Hadits Riwayat Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar